27 Maret 2022 | Dilihat: 656 Kali
Dianggap Hina Ex Bupati Alex Bantilan Di ITE 273 : KANIT TIPITER AHMAD NGAMUK, INTIMIDASI SAMBIL TENDANG PUNGGUNG KURSI TERLAPOR
noeh21


infoaktual.id Tolitoli | Peran Polri sebagai pelayan, pengayom, pelindung dan penegak hukum bisa dibilang luar biasa ketika  pandemi Covid-19 dan kelangkaan minyak goreng menyapa Indonesia.
 
Kursi terlapor pecah, buah tendangan intimidasi  kanit tipiter Amad ?
 
Akan tetapi, selalu saja ada oknum Polisi cederai keringat mulia dan pedoman hidup Tri Brata Polri yang prediktif, responsibilitas, transparansi dan berkeadilan (Presisi).

Bagaimana tidak, tak mampu tunjukan dasar hukum atas berita yang dilaporkan ex bupati Tolitoli, sulawesitengah (sulteng), Alex Bantilan yang merasa dicemarkan dan dihina, sebagaimana diatur  pasal 27 ayat 3 UU ITE, seorang penyidik di polres, berang.

Dia adalah Kanit Tipiter Reskrim Polres Tolitoli, Iptu Ahmd,SH. Dengan arogannya, dia intimidasi terlapor pemred Hasanudin di ruang kerjanya 24/3/2022, dan ngamuk dibarengi tendangan ke punggung (?) kursi plastik merah Hasanudin.

Perilaku tak elok Iptu Ahmad SH yang tentu coreng muka Polri ini berawal dari pemred Hasanudin hendak minta pencerahan terkait dasar hukum laporan Alex pada 22/9/2021 yang dicematkan penyidik pada UU ITE tersebut.

Pada panggilan sidik ke-II siang itu, tepatnya saat penyidik mau menyidik Hasanudin – setelah dua kali belum dilakukan karena tidak terang dasar hukum dan substansi laporan Alex – sebagai saksi, Hasanudin kembali minta pencerahan hukum dan fakta yang menunjuk berita itu mencemarkan menghina mantan Bupati dua periode itu.

Seperti pada panggilan ke-I, lantaran panggilan ke-II (24/3/2022) Kanit Ahmad yang lagi-lagi enggan berikan pencerahan dimaksud, seperti antara lain “harga” pasal 28E UU 1945 dan UU Pers 40 bagi penyidik.

Ditegaskan kanit Ahmad, pendapat ahli Dewan Pers lah jadi patokan sidik dilakukan, dan biarkan itu jadi pegangan terlapor untuk melakukan pembelaan nanti di pengadilan.

Terhadap sikap hukum kaca mata kuda kanit Iptu Ahmad SH itu, terlapor kemudian minta diklaim bahwa berdasarkan pendapat ahli tersebut, penyidik abaikan tiga UU dan aturan hukum.

Antaralain, pasal 28E UU 1945, UU Pers 40, UU Ite pasal 45 ayat 6 dan 7 dan aturan hukum 63 ayat 2 KUHP, berikut 10 data yang dipegang infoaktual.id sebagai dasar dan rujukan bagi ditayangnya berita dugaan dekadesni moral Alex yang konon Raja Tolitoli itu.

“Berkaitan alasan pembenaran bapak, itu pegangan bapak untuk melakukan pembelaan nanti,” ujar Iptu Ahmad, sambil ditambahkan soal UU Pers masih perlu diuji.

Jadi Pak Kanit tanya pemred, tidak bisa memberikan pencerahan seperti saya bilang tadi, bagaimana caranya seperti meraba-raba saja ?
“Bukan meraba-bara, tapi ini putusan ahli (dewan pers, red). Bukan ranah saya untuk memvonis. Itu kewenangan hakim apakah bapak dilindungi oleh ini dikeluarkan oleh ini (dasar dan rujukan, red),” ujarnya dengan nada emosi.

Bukankah itu Pak kanit memakai kaca mata kuda, tidak melihat kiri kanan, dalam hal ini hak asasi manusia yang dilindungi UU, dan saya pers ? Silahkan nanti bapak sampaikan timpal Ahmad, dan buktikan bahwa saya pers.

Kalau gitu silahkan dikalaim pintah pemred, bahwa penyidik tidak pakai UU. “Bukan saya tidak pakai— sampai disini pemred kejar lagi, terus ?—Eh  begini saja, mau diperiksa atau tidak. Kalau tidak, ayo kita naikkan saja statusny, tidak masalah itu,” ngegas kanit sambil isyaratkan anggotanya. Lantas, ketikan ditanya UU pers yang kedudukanya yang khusus sebagaimana diatur pasal 63 ayat 2 KUHP, kenapa masuk di sini, dipakai di sini ?   

“Makanya diuji dulu UU persnya, percuma saya mendengar anda. Saya sudah jelaskan sama anda (Iptu Ahmad tambah emosional), saya periksa anda berkaitan UU ITE pasal 27 ayat 3 sebagai saksi atas laporan saudara Alex Bantilan,” lantang mantan kanit tipikor itu dengan sikap intimidasi.

Merasa diintimidasi, Hasanudin lantas menjawab tidak ada masalah, justru kita penasaran dengan kasus ini. “Jangan pancing saya untuk anu eee. Eh, jangan pancing saya neh, saya manusia biasa juga. Bapak minta saya memvonis bapak,”amuknya seraya berdiri dekat sekali, dan terus menekan. 

"Bapak minta saya memvonis, bapak minta saya memvonis, mau kemana?," ransek polisi itu kian menjadi-jadi, bak rebutan dengan wartawati Athia yang sudah duluan lindungi pemrednya.

 

Mujur dengan naluri kewanitannnya, Athia dengan cepatnya merai, sehingga pria Bone  itu luput dari kepitanan  kanit  Ahmad, disusulnya dengan tendangan kursi, hingga serpihannya terlempar depan pintu, tepat di kaki Hasanudin.

Trus, dia oleng setelah lepas dari intimidasi kanit, lalu duduk disamping Kasat Reskrim Rijal yang kebetulan sedang depan ruang kerjanya, tak jauh dari lokasi insiden, disusul kemunculan petugas klinik Polres.


Hasilnya, tensi pemred itu 200 sekian per 100 lebih. Dia baring di klinik, dibalik  gedung reskrim. Dia menusuk semu jari tangan kakinya, dan kedua telinganya berulang-ulang dengan peneti hijab wartawati Athia agar darahnya mengalir.

Dan ini kali ke-4 selama satu tahun lebih koresponteden Majallah Detektip Spionase (DS) dan Fakta era 87 itu memburu kasus Alex Bantilan di Polres yang dinakodai Kapolres baru, AKBP Ridwan.    

Demikian naifnya kanit yang diduga “masuk angin” saat menangani kasus dugaan “pesta” APBD ilegal 2019-2020 Alex di proyek destinasi di pulau Kapas ini.  Menganggap UU dan aturan hukum serta fakta lapangan yang digunakan jurnalis sebagai dasar dan rujukan pemberitaan Alex itu, hanya alasan pembenaran. 

Parahnya, dengan semangatnya lakukan sidik bermodal putusan dewan pers tanpa pahami kedudukan dewan pers itu dalam UU pers 40, dimana sesungguhnya UU ini cuma diperuntukkan bagi lembaga kewartawanan dan perusahaan Pers.

Polisi Ahmad tahu tidak kalau UU 45 pasal 28E, serta UU pers 40 adalah hak azasi jurnalis yang tidak sama sekali terhubung dengan dewan pers di republik demokrasi, yang dibangun berdasarkan UU dan hukum ini.

Kenapa kanit demikian kukuh terhadap pendapat dewan pers yang hanya selaku perwakilan lembaga kewartawanan, sehingga dijadikan penentu baik buruknya kerja Wartawan dan media dalam memburu, mengolah, peroleh serta menayangkan setiap peristiwa. 

Sadarkah Iptu Ahmad bahwa arogansinya mengintimidasi Hasanudin yang merupakan salah satu dewan pendiri lembaga kewartawan PWO IN yang setiap tugas jurnalistiknya dipayungi UU pers 40.

Coba bongkar seluruh halaman UU pers itu, ada tidak pasal yang memerintahkan Dewan pers mengawasi, membuntuti gerak-gerik jurnalis dan media. Jangan-jangan ini skenario pesanan pihak yang gerah dan takut dugaan dekadensi moralnya terbongkar kepublik, hingga akhirnya timbulkan konsekuasi hukum bagi dia, penjara.

Masa dalam jalankan tugas penegakan supremasi hukum, Iptu Ahmad yang dibekali  Tri Brata Polri yang presisi lebih percaya dewan pers  dari pada UU dan aturan KUHP.  

Tapi baiklah, baru berapa point dari seluruh isi dasar dan 10 rujukan yg diminta diklaim bahwa dalam menyidik laporan dinasti Bupati Alex— yang konon namanya kerap muncul di kasus judi, perkara Korupsi dan penipuan kontraktor—itu, penyidik abaikan UU dan aturan KUHP dan data rujukan menyaji berita, kanit tipiter sontak naik pitam.  

Betapa bahayanya jika kebebasan pers, kebebasan mengungkap kebenaran suatu peristiwa hukum yang sesumbar dipertontonkan, diperdengarkan Alex  di penyiaran Swatvnews dan RRI yang tidak cuma menghasut suku Tolitoli, dan bohongi publik. 

Pula sangat diduga hendak dan telah menguras APBD Rp 2,5 M lebih secara ilegal di lahan orang untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, hendak dibungkam  Polisi Ahmad.

Misalnya seperti kasus diberita berikut : Ditanya Dasar Hukum 2,5 M Lebih Digelontorkan Di Proyek Rumah Adat Balre Masigi : ASET PEMDA FIKTIF DIKLAIM CAGAR BUDAYA BALRE MASIGI, INI JAWABAN DPRD KAB.TOLITOLI https://infoaktual.id/.../ditanya-dasar-hukum%C2%A0-25-m.../.

Sebaliknya, empat sekaligus laporan balik infoaktual.id atas sejumlah dugaan miring Alex yang status Raja nya tidak diakui kakak sepupunnya, Rektor Madako Dr HM.Maruf Bantilan, dengan setumpuk alat bukti dan saksi, tak kecuali  Kasat Reskrim AKBP (purn) Ketut Kerti malah hanya diproses secara abu-abu.  

Ini buktinya kinerja abu-abu dimaksud : Penyidik Belum Menemukan Peristiwa Pidana, Humas Polres : KALAU PAKAI PASAL INI, DIA SUDAH BISA JERAT ALEX BANTILANhttps : https://infoaktual.id/hukum-kriminal/penyidik-belum-menemukan-peristiwa-pidana-humas-polres---kalau-pakai-pasal-ini-dia-sudah-bisa-jerat-/

Sebagai media realistis tanpa basa-basi, disamping demi penuhi kewajiban kaidah etik jurnalistik, upaya konfirmasi Kanit Ahmad pun dilakukan, tapi gagal. WhatsApp konfirmasi yang dikirim redaksi ke +62 822-9265-2xxx miliknya tidak terjawab.

Baik, apapun itu yang jelas biaya lidik dan sidik pidana bagi sekitar 440.000 personil Polri, negara telah mengalokasikan uang sebesar Rp 5,496 triliun pada APBN 2021, kata wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.

Nah, jika anggaran sebesar itu hanya banyak berkutat pada biaya profesionalitas buruk seperti ini, tampaknya siapun pasti kecewah. Olehnya itu, publik tentu senada jika hal ini jadi perhatian Kapolres AKBP Ridwan dengan tindakan nyata.

Tegur Kanit Iptu Ahmad, terkhusus jajaran penyidik reskrim Polres Tolitoli.  Setop gunakan hukum secar sesat, apalagi sampai diperalat oleh kepentingan tertentu untuk membungkam Pers dengan cara-cara melawan UU dan hukum pula, semoga.(tim)

 

Alamat Redaksi/ Tata Usaha

Jalan Anoa No 27 Palu  0822-960-501-77
E-Mail : Infoaktual17@yahoo.com
Rek : BCA 7920973498