Bupati Ale Bantilan “Maling Disiang Bolong”, Fakta Atau Opini ? Sebuah Catatan Dugaan Penyerobotan Kebun Kelapa Nalu
Udin Lamatta, korban penyerobotan, hingga membuatnya haus akan keadilan hukum
Tolitoli,infoaktualnews.id | Hari-hari ini, kredibilitas Raja di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah (Sulteng), Ale Bantilan ini nyaris tekor, lantaran tersangkut dugaan perampasan kebun kelapa Rakyat, Udin Lamatta di pinggir Kota, dimana Ale jadi Bupati.
Dikatakan “Maling Disiang Bolong”, ungkapan ini bisa jadi dan terus akan menjadi preseden buruk bagi sejarah hidup Bupati dua periode itu.
Dari tahun ke tahun Ale Bantilan dikerjar dan terus dibuntuti pemilik kebun -- kini jadi lokasi rumah adat -- yang dirampasnya belasan tahun silam, sebagai gambar runtuhnya penegakan supremasi hukum di wilayah Polres Tolitoli, hingga membuat anak petani kelapa Udin Lamatta itu haus aka keadilan hukum.
Meski haus supremasi hukum, sang jurnalis senior itu terus saja memburu Bupati Ale, sampai-sampai dua kali berkirim surat ke Itwasda Polda Sulteng, seraya melaporkan Polres Tolitoli terkait berhentinya proses pemeriksaan Ale di kebun diatas kepemilikan 25 April 1967 itu.
Suka tau tidak suka, Polres yang dikenal pelayan pengayom, seakan berubah fungsi jadi penonton yang sedang asyik menyaksikan pengejaran terduga pelanggar pasal 358KUHPidana di kebun Rakyat di kelurahan Nalu, Ale Bantilan.
Pada hal, dalam catatan kita, sanksi penyerobot sudah sejak Belanda diatur terang benderang dalam pasal 358 KUHPidana, yang intinya barang siapa secara melawan hukum, merampas tanah pada hal diketahui yang mempunyai hak atasnya adalah orang lain, diancam pidana empat tahun penjara.
Sekarang, pertanyaan besar kita apakah lebel “Maling Disiang Bolong” yang kini dicematkan di pundak Bupati Ale adalah Fakta atau hanya berupa Opini yang tidak objektif ?
Yang pasti, maling disiang bolong itu adalah pikiran yang ditutur berdasarkan kronologi tertulis tentang aksi Ale dalam merampas kebun di Nalu, yang intinya pada suatu siang belasan tahun lalu, atas perintah Sekretaris Kabupaten Tolitoli, kakak sepupu Ale, Maruf Bantilan (MB), semak belukar dalam kebun kelapa itu di tebas habis, hingga seluruh tumbuhan dan pohon kelapa diatasnya tumbang, dengan alasan keindahan kota.
Oleh karena penguasa, masyarakat setempat memilih bungkam, membuat Udin Lamatta sedikit kesulitan temukan nama pelakukanya.
Nah, ketika pelakunya ditemukan, dan jadi perbincangan masyarakat, dengan alasan tak beralaskan hukum, dibarengi sikap intimidatif, Ale Bantilan membuat surat penyerahan, ditulis diatas kertas kop kusut Cv Rembang miliknya, lalu disodorkan untuk diteken Nenek Hj.Rugaiyah Mener, ibu dari Udin Lamtta.
Artinya, dirusak dirampas dan diintimadasi terlebih dahulu, baru kemudian Ale Bantilan menyuruh teken surat penyerahan, sambil berikan uang seadanya, sebagai tanda ganti rugi. Dan berdasarkan surat penyerahan itu lah pria Bugis Bone jadikan barang bukti dalm melaporkan Ale ke Polres Tolitoli.
Entah sebab apa, proses pemeriksaan Ale Bantilan tiba-tiba terhenti tanpa penjelasan pasti Kasat Reskrim I Ketut. Demikian halnya Kapolres AkBP Sugeng, pihaknya hanya mengatakan maaf, sesaat setelah pisah sambut dengan penggantinya.
Pasca Kapolres Sugeng, sempat terjadi upaya penyelesaian namun gagal dan gagal lagi, sampai akhirnya di 12 Maret 2019 Udin Lamatta mengirim surat ke Itwasda Polda Sulteng, disusul kemudian dengan surat tertanggal 1 Oktober 2020 ini.
Berdasarkan surat tertanggal 1 Oktober 2020 itu, Udin Lamatta dipanggil Polres Tolitoli dengan surat nomor : B/173/X/2020/Reskrim, tanggal 5 Oktober 2020, perihal permintaan keterangan atas dugaan tindak pidana perampasan sebagaimana dimaksud pasal 358 KUHPidana.
Berharap proses pemeriksaan Ale Bantilan dilanjutkan, pemilik kebun pun penuhi pangilan Reskrim tanggal 6 Oktober 2020, namun menolak berikan keterangan, karena keberadaannya di ruang Unit Pidum tim II itu, penyidik hendak berita acarakan (BAP) dengan status pelapor baru.
Terhadap ini, dalam diskusi dengan Kasat Reskrim, pemilik kebun menyampaikan harapan bahwa permintaan keterangan tersebut untuk melanjutkan pemeriksaan yang sudah berproses dan terhenti itu, seperti dilaporkan dua kali ke Itwasda Polda Sulteng.
Tapi baik lah, toh Ale Bantilan yang kini terjebak dalam pusaran syahwat penguasa, dan sukses peroleh lebel “Maling Disiang Bolong”, terus diburu pemilik kebun dengan kembali mengirim surat kepada Polres Tolitoli, dimana tembusannya disampaikan ke Ka Bareskri Polri dan Mendagri .
Tidak cuma itu, se hari sebelum Ale dipermalukan pemilik kebun di kediaman Bupati, senin 14/9/2020, Udin Lamatta datangi sang kakak sepupu Ale, Maruf Bantilan (MB. MB pun lunglai, sambil berucap sekarang masalahnya tambah rumit, kesalahan Ale sudah berlipat lipat.
"Oleh karena itu, kita tunggu Ale tidak jadi Bupati lagi, sekitar bulan Februari baru saya panggil dia, lalu kita bicara bertiga," janji sang inisiator penyerobotan kebun itu.
Atas ini semua, korban "Maling Disiang Boling" titip harapan kepada polisi agar konsisten dalam penegakan supremasi hukum.
“Saya berharap penegak hukum tidak terus membiarkan Bupati dan ngaku Raja itu kebal hukum. Mentang-mentang penguasa, seenak perutnya merusak, merampas hak Rakyat untuk penuhi syahwat kekuasaannya,” begitu kata menohok mantan wartawan Majalah Detektif Spionase Jakarta itu*
Penulis : Salah satu pendiri Perkumpulan Wartawan Online (PWO) dan Media Online Indonesia – MOI.