Mama-Mama Desak Adanya Keterwakilan Perempuan di DPR Papua
Papua, infoaktualnews.id | Mekanisme pengangkatan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Panitia seleksi diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001, tentang Otonomi Khusus Papua (Otsus Papua).
UU Otsus ini diubah lagi dengan UU Nomor 35 Tahun 2008, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2008, tentang Perubahan atas UU Otsus Papua Nomor 21 tersebut akhirnya mendapat tanggapan serius kaum perempuan Papua.
Ketiadaan wakil perempuan di lembaga Legislatif lewat jalur pengangkatan untuk periode 2019-2024 di Papua, berdampak pada persentasi kedudukan perempuan Papua.
Hal itu tertutang dalam Surat Keputusan (SK) penggumuman Pansel tentang 14 calon terpilih keanggotaan DPRP, tanggal 18 Agustus 2020.
Salah satu tokoh perempuan Papua wilayah adat Tabi Saireri, Regina Muabuay Aragay pun angkat bicara, bahwa keterwakilan perempuan Papua di DPRP harusnya ada.
"Keputusan calon terpilih Keanggotaan DPRP sama sekali tidak ada. Ini menjadi pertanyaan, apa alasan sampai perempuan Papua itu digugurkan untuk keterwakilan perempuan di DPRP lewat jalur pengangkatan ini. Seharusnya Pansel transparan, harus ada kejelasan," ungkapnya.
lebih lanjut Regina mengatakan, semua lahir dari rahim perempuan, karenanya seharusnya ada penghargaan kepada perempuan.
Menanggapi hal itu, salah satu tokoh perempuan wilayah Adat Meepago, Yosefin Pigal mengatakan jalur pengangkatan tanpa keterwakilan perempuan itu sudah masuk periode kedua
" Begitu juga periode sebelumnya, kami benar-benar dipinggirkan. Padahal hak perempuan harus diakomodir, dan ini sudah diatur dalam UU Otonomi Khusus, tapi tidak digubris," jelasnya.
Lebih lanjut kata Yosefin, sebagai kaum perempuan kami sangat kecewa. Dan perjuangan yang dilakukan bukan semata untuk kepentingan mereka, tetapi untuk generasi perempuan di tanah Papua.
Kedua tokoh perempuan ini mengajak kaum perempuan, mama mama Papua untuk mendesak dan membawa hak perempuan Papua ini ke tingkat Pusat.
Sehingga, dengan haknya perempuan mampu berbicara tentang pemerintahan, pembangunan, perekonomian, pendidikan serta kesehatan dan masalah sosial lainnya yang terjadi di atas tanah Papua. (Agus S)