12 November 2021 | Dilihat: 420 Kali
MENAKAR KREDIBILITAS "PENJAGA" KAS PEMDA TOLITOLI
noeh21


Oleh : Athia
Infoaktual.id Tolitoli | Membersamai sepak terjang Pemred ku tiap membedah suatu kasus buatku ibarat sebuah ‘kerja rodi' saja layaknya.

Bagaimana tidak, apa yang sudah terjadwal pada satu hari itu harus terselesaikan  pada hari yang sama dengan tuntas. Tidak ada penundaan schedule atas nama apapun.

Seperti halnya Rabu itu, meski waktu sudah menunjuk diangka tiga belas lewat beberapa menit, wawancara di kantor Badan Keuangan Daerah (BKD),  tetap dilakukan. Bersyukur kaban (kepala badan) di tempat. Dan wellcome untuk kedatangan kami team media.

Tanpa basa basi berkepanjangan, perbincangan pun mulai mengalir di ruang kerja sang penjaga Kas Pemda yang terasa lega karena luasnya ruangan, ditambah paparan AC yang menyejukkan.

Kali ini, media kami ingin menggali prosedur dan keabsahan aliran dana APBD untuk pembiayaan proyek proyek pemerintah di tanah Tolitoli ini yang sering terdengar riskan dari praktek KKN.

Kasus proyek destinasi pulau kapas misalnya. Kasus ini sempat viral beberapa waktu lalu, mengemuka diperbincangan awal kami. Lalu, pembahasan pun menukik ke lahan bekas kebun kelapa yang berlokasi di kelurahan Nalu.

Sekilas flash back. Konon, sejatinya lahan bekas Balre Masigi yang diklaim sebagai bekas rumah kerajaan untuk kemudiannya disosialisasikan ke masyarakat sebagai Cagar Budaya itu adalah lahan salah seorang penduduk setempat.

Kepemilikan lahan tersebut melewati proses jual beli yang dibuktikan adanya alas hak berupa surat bukti pembelian, segel. Namun, dengan alasan untuk keindahan kota, lahan itu diambil alih begitu saja oleh penguasa daerah pada masa itu.

Kembali kebahasan Cagar Budaya. Selama berbulan, team media kami telah lakukan serangkaian investigasi dengan pihak terkait, hingga terkumpul temuan demi temuan yang diujungnya makin kukuhkan Cagar Budaya yang telah menerima penggelontoran dana APBD selama tiga kali berturutan itu sesungguhnya hanyalah fiktif belaka.

Di tengah perbincangan yang makin serius itu, sesungguhnya diam-diam aku mulai mengantuk. Tapi demi ALLAH, rasa kantuk yang perlahan menggelayuti kedua mata ku itu, sontak hilang demi mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari seorang pejabat yang di dirinya diamanatkan menjaga kas daerah, yang adalah uang milik rakyat.

Singkatnya, ketika kami mempertanyakan bagaimana kedepannya agar terhindar dari  kecolongan anggaran atas proyek fiktif, setidaknya apa langkah antisipasi yang akan di lakukan ? Jawaban Kaban sungguh TIDAK RELEVAN. Entah disadari atau tidak, pilihan kalimatnya begitu menusuk tajam kalbu terdalamku.

Saya ini sarjana kriminologi ucapnya, saya bisa membaca arah satu tindak kejahatan bla bla bla, ucapnya sedemikian tenangnya – menunjukkan betapa beliau telah hadapai berbagai tantangan.

Sempat terpikir selintas dipikiranku, jangan-jangan Pak Kaban dihadapan ku ini hendak ungkapkan dengan tidak langsung bahwa beberapa orang dari LSM, Wartawan yang datang di kantor ini hanya lakukan gertakan, tujuannya kepentingan pribadi saja.

Seolah berpikiran sama, pemred lalu menggiring pembicaraan, masuk ke kasus mantan penguasa dua periode kota cengkeh ini yang nyata-nyata lakukan penyimpangan. Tapi, beliau seolah tidak tunjukkan minat, bahkan cenderung no comment.

“Jadi bagaimana,” ucap beliau memangkas pembicaraan lanjutannya dan terkesan memasang jebakan. Tapi, dengan sigapnya pemred menimpali tidak, kami hanya ingin konfirmasi, sambil sentuhkan kepalan tangan kanan yang disambutnya dengan tindakan tindakan sama.

Sementara dalam hati aku berucap, terlihat sedemikian miskinnya kah profesi wartawan hingga lebih sering disimpulkan sefihak. Tidak tersisa kah sedikit saja kepercayaan bahwa masih ada sosok jurnalis yang konsisten dengan idealisme profesinya?

Sangat disayangkan, mendekati akhir wawancara terlontar ucapan bernada bujukan yang mencederai perasaan, setidaknya perasaanku.

Kaban mengisyaratkan, semua sudah konsekwensi politik. Sampai kapan idealisnya (sambil menoleh kearah pemredku) bisa dicapai untuk situasi politik sekarang ini. Idealisme seperti itu membutuhkan waktu sangat lama.

“Ini realita, apalagi untuk perempuan (sambil sekilas melihat kearah ku), dalam hati ku berucap kenapa dengan perempuan.

Bapak pejabat depanku meneruskan "wejangannya”. Perempuan itu butuh beda, sambungnya lagi. Perempuan itu perlu emas, bedak dan lain-lain, apa sanggup dengan idialismenya (lagi sang penjaga kas Pemda itu menoleh ke pemredku).  

Aku berusaha tidak lagi mendengarkan kalimat lanjutannya, dan ketika berpamitan  perasaanku jadi lega. Sementara itu, di perjalanan pulang, sambil memandangi jalanan kota Tolitoli yang aku lalui, masih terngiang kalimat kalimat pak pejabat, dan perasaanku pun campur aduk antara sedih dan kecewa.

Masa sih seorang pejabat yang diberi tanggungjawan atas keuangan daerahnya, malah lebih memilih hanyut dalam rezim yang salah, demi sebuah kenyamanan.

Bahkan, berusaha membujuk naluri kontrol sosial pers didepannya untuk bersama-sama mengikuti kesalahan yang sudah jamak. Dan beginikah adanya kredibilitas penjaga Kas Pemda Tolitoli selama ini. (*)
 

Alamat Redaksi/ Tata Usaha

Jalan Anoa No 27 Palu  0822-960-501-77
E-Mail : Infoaktual17@yahoo.com
Rek : mandiri 1510005409963