05 Januari 2022 | Dilihat: 378 Kali
Eksistensi Pramuka Kian Tergerus Generasi Melinial, Kakak Nur Sangadji : PRAMUKA, SPIRIT YANG TERAWAT BUTUH GOTONG ROYONG BERPIKIR DAN KEADILAN REGULASI  
noeh21

Ka Kwarda Sulteng, Dr.H.Mohammad Hidayat Lamakarate,S.I.P.M.Si / 8 Oktober 1970

Infoaktual.id Palu | Secara ontology (studi keberadaan), pandu (Pramuka) berarti sekelompok orang berjiwa kesatria, berani dan tolong menolong dengan mahluk lain. Demikian pembina mahir lanjutan pada Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Sulawesi Tengah (Sulteng), Dr.Ir.Muhd Nur Sangadji, DEA mengawali sudut pandangnya di tenda majalah ilmiah populer Gerakan Pramuka edisi I /XII/2021.
 
Ketua Harian Kwarda Sulteng,Kakak Bahar

Dalam sudut pandang di Majalah terbitkan puslitbang Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka, Kak Nur Sangadji sapaan akrab Ka-puslitbang Kwarda Sulteng ini, menegaskan jiwa kesatria Pramuka adalah bentuk spirit pengorbanan yang tinggi untuk kebenaran. Bahkan, mereka besedia beri jiwa raga untuk kebenaran, dari pada harus berhianat.
 
Mantan Ka Kwarda Sulteng, Almarhum Kakak Hasan Tawil

Ada sekilas kisah ketika saya menghadiri hari Pramuka 14 Agustus 2021 tulisnya, yaitu ingin sekali menulis tentang pendidikan kepanduan atau scout, sebuah organisasi extra yang menyimpan nilai-nilai kebaikan bagi kehidupan.

“Nilai itu terpatri dalam tri satya dan dasa darmanya. Satunya, bermakna tiga janji setia, dan satunya lagi berarti sepuluh kewajiban,” tulis dosen komunikasi dan kajian lingkungan hidup (KLH) dalam tenda majalah yang diberi judul pendidikan Pramuka, spririt yang terawat itu.
 
Mantan Sekretaris/ ketua Kwarda Sulteng, almahurm Kakak TampariMasuara

Diakui Doktor Ekologi Manusia dan Penyuluhan Pembangunan IPB Bogor itu, dorongan menulis hal ini lahir saat dirinya diundang Dinas Pemuda dan Olahraga Sulteng ke hajatan hari Pramuka ke-60 itu.

“Mereka minta saya bicara tentang Pemuda Milenial soal tantangan dan peluang. Pesertanya, para pembina pramuka di kabupaten Tojo UnaUna Sulawesi Tengah. Di acara inilah saya sangat terharu saat ikut melantunkan himne pramuka, ” tuturnya dalam Majalah itu, sambil menambahkan lagu ini teringat ketika pertama kali masuk Pramuka  di umur yang masih sangat belia.
 
Kakak almarhum Latif 

Senang sekali ikut menyanyikan kata lulusan DEA (Degree of Advanced Studies) Prancis, gelar akademik pascasarjana dengan masa pendidikan lima tahun sebelum mengambil program doktor, bait demi bait saya simak kembali, ternyata syairnya sangat menggugah.

“Kami pramuka Indonesia, manusia pancasila. Satyaku ku dharmakan, dharmaku ku baktikan. Agar jaya Indonesia, Indonesia tanah air ku, kami jadi pandumu,” toreh pena Nur Sangadji.
 
Kenangan LT 5 Sulteng

Pesan lagu ini goresnya, sangat dibutuhkan Indonesia saat ini, saat dimana kohesi (keterikatan) sosial terasa merenggang, terlebih pasca Pemilu. Dikatakan, pengarang lagu ini adalah Husain Mutahar, sosok habaib (keturunan Rasulullah) yang memiliki peran strategis pasca kemerdekaan.

“Beliau memangku banyak jabatan penting termasuk dubes di Vatikan, dengan penguasaan enam bahasa. Sewaktu Kak Mutahar menjadi ajudan presiden, beliau megusulkan agar pengibaran bendera dilakukan oleh pemuda perwakilan seluruh tanah air, itulah Paskibraka,” ujarnya.
 
Masih di LT 5 Sulteng

Lalu, entah kebetulan atau diatur urainya, setelah ceramah dikalangan pramuka Tojo Una Una, saya terbang ke Palu untuk ceramah dihadapan adik-adik paskibraka Sulteng. Sebagian adik-adik Paskibraka itu tidak mengekenal sosok Husein Mutahar, meski beberapa dari mereka anggota pramuka, dan sering nyanyikan lagu yang maknanya sangat aktual.

“Aktual, karena menggambarkan identitas keindonesiaan, menjunjung idiologi bangsa dan setia pada janji mulia serta kewajiban berperilaku kesatria, amanah, berani, berbagi dan bertanggungjawab. Semua ini, adalah nilai dari karakter agung yang dibutuhkan saat ini,” tulis Kakak Nur Sangadji.
 

Nilai agung yang diisyaratkan pembina Gugus Depan Universitas Tadulako ini ialah karakter untuk mengisi ruang afeksi (proses interaksi sosial) yang menjadi tujuan dari pendidikan, disamping kognisi (kesadaran berpikir) dan psikomotorik atau skil dan keterampilan.

Sebuah ruang kata dia, yang diharapkan menjunjung value (kerelaan moral), kepatutan, kesederhanaan dan jauh dari ketamakan serta kerakusan duniawi. Ruang Afeksi ini pula yang diisyaratkan Nur Sangadji yang kurang disentuh, bahkan semakin meredup dalam proses pembelajaran kita belakangan ini, terutama dalam menjawab era milenial yang terus bergerak, seiring perkenangan tehnologi.
 

Padahal, nilai agung dan kental yang dilahirkan oleh gerakan kepanduan ini memang kesukarelaan moral atau volunteer. Sementara ruh gerak volunteernya ialah gotong royong yang muncul dari keihlasan untuk saling tolong menolong tanpa pamrih.

“Inilah yang sangat dipentingkan dengan istilah "social capital" (norma informal) yang menjadi ukuran kualitas masyarakat dan bangsa. Negara semaju Jepang, bahkan menjadikan kegiatan kesukarelaan sebagai salah satu patokan kualitas individu warganya,” tulisnya lagi.
 

Tahun 2004 tambahnya, saya ke pusat gerakan kesukarelaan di kota Tokyo. Gerakan ini dipimpin oleh seorang profesor dari salah satu Universitas di sana.

“Waktu itu, kami sempat berinteraksi dengan lebih kurang tiga ribuan anak muda sukarelawan, sambil bersenam poco-poco. Berbaur dengan sejumlah karib Indonesian, kami memandu mereka. Kegiatan sukarela ini berimbal sertifikat,” kenang doctor sangadji.
 

Sertifikat tersebut ungkap Kak Nur Sangadji, ialah TENDA majalah ilmiah popular. Dia bilag, gerakan Pramuka 39 dapat dijadikan salah satu indikator penting dalam rekrutmen professional. Itulah sebabnya, anak muda jepang ikut berlomba kegiatan sukarelawan, terutama keluar negeri. Pikir dia, kurang apa gerakan Pramuka ini berkait kegi-atan sukarela ?

Sebelum akhiri sudut pandangnya, sang litbang Kwarda Sulteng itu kembali menegaskan isyaratnya bahwa andai kesadaran berpikir kita tumbuhkan dengan mendorng regulasi negeri ini, maka tidak hanya pramuka, organisasi masyarakat, pemuda, pelajar akan berlomba memproduksi kegiatan sukarela yang telah dibingkai Pramuka sejak lama, yaitu spirit gotong royong.
 

Adalah sprit disegala aspek kehidupan kata Sangadji mengisyaratkan, demi mewujudkan buah cita bangsa, tak terkecuali penanganan prahara ekologi (alam, mahluk dan kemanusiaan) yang sewaktu-waktu menyapa Suteng, seperti Gempa,Tsunami dan Likuifakvi yang telah melewati Pasiga (Palu, Sigi dan Donggal) pada September 2018 silam.

Yang pasti, berkaca dari sprit pendidikan kepramukaan yang terawat sejak 1961, Dr.Ir.Muhd Nur Sangadji DEA mempertegas isyaratnya bahwa melihat Eksistensi Pramukaan yang terus tergerus generasi milenial, khusnya di Kwarda Sulteng, ditambah fenomena ekologi yang memperok-poranda Pasilaga itu, butuh gotong royong berpikir.
 

Berpikir untuk mengimbangi gerak generasi milenial negeri ini, sambil dibarengi niat tulus dan keadilan regulasi, niscaya eksistensi, kualitas dan kuantitas serta produksi sikap gotong royong Pramuka, insya Allah akan lebih meningkat dan berkualitas.

Bahkan, antisipasi dan penanganan dampak bencana ekologi semacam itu, dan dilain wilayah Kwartir Daerah, akan lebih baik, professional dan menggembirakan, amiin. Salam Pramuka.(redinfo)
 

Alamat Redaksi/ Tata Usaha

Jalan Anoa No 27 Palu  0822-960-501-77
E-Mail : Infoaktual17@yahoo.com
Rek : mandiri 1510005409963